KENAPA SAYA MENINGGALKAN DEBAT “KUSIR”
Karena saya bukan KUSIR!!!
Bukan itu maksudnya. Tidak pula membahas asal mula ungkapan “debat
kusir” yang kata banyak orang asalnya dari perdebatan penumpang dengan pak kusir
tentang kuda. Apakah kuda masuk angin tau buang angin. Yang jelas kasihan
kusir-kusir yang dijadikan kambing hitam. Sekasihan kambing hitam juga donk jadi dibawa-bawa. Ya
udahlah..
Kita sering kali dihadapkan dengan suatu obrolan yang
terkadang menjurus kearah perdebatan. Dengan kawan nongkrong, kawan sejawat
ditempat kerja saat rapat, kawan ngaji bakhan. Baik di kehidupan nyata maupun
di media elektronik. Menurut KBBI, Debat adalah pembahasan dan pertukaran
pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan
pendapat masing-masing.
Diantara perdebatan yang sering terjadi adalah debat kusir.
KBBI mendefinisikannya sebagai debat yg tidak disertai alasan yg masuk akal. Perdebatan
yang tidak dilandasi oleh landasan ilmu yang kuat. Menunjukkan egonya
masing-masing. Merasa paling hebat, ingin membuktikan lawan salah, dia paling
benar. Tak jarang saling menjatuhkan, keluar kata-kata kotor, caci maki dan
sebagainya. Ekornya panjang, Ujungnya tak berujung.
Sebagai seorang muslim, hendaknya kita membawa segala hal dalam
kehidupan berdasarkan keterrangan Alqur’an dan Hadist Rasulullah Shalallahu‘alaihi
Wasallam. Tentunya sesuai dengan yang dipahami dan dikerjakan oleh para Sahabat-sahabatnya
sebagaimana yang diterangkan oleh para Ulama-ulama terdahulu.
Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang dari hal tersebut.
Dalam Ash-Shohihain dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda : اِقْرَأُوْا الْقُرْآنَ مَا ائْتَلَفَتْ عَلَيْهِ قُلُوْبُكُمْ فَإِذَا اخْتَلَفْتُمْ فَقُوْمُوْا عَنْهُ “Bacalah Al-Qur`an selama hati-hati kalian masih bersatu, maka jika kalian sudah berselisih maka berdirilah darinya”.
Dan dalam Al-Musnad dan Sunan Ibnu Majah –dan asalnya dalam Shohih Muslim- dari ‘Abdullah bin ‘Amr : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ وَهُمْ يَخْتَصِمُوْنَ فِي الْقَدْرِ فَكَأَنَّمَا يَفْقَأُ فِي وَجْهِهِ حُبُّ الرُّمَّانِ مِنَ الْغَضَبِ، فَقَالَ : بِهَذَا أُمِرْتُمْ ؟! أَوْ لِهَذَا خُلِقْتُمْ ؟ تَضْرِبُوْنَ الْقُرْآنَ بَعْضَهُ بِبَعْضٍ!! بِهَذَا هَلَكَتِ الْأُمَمُ قَبْلَكُمْ “Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah keluar sedangkan mereka (sebagian shahabat-pent.) sedang berselisih tentang taqdir, maka memerahlah wajah beliau bagaikan merahnya buah rumman karena marah, maka beliau bersabda : “Apakah dengan ini kalian diperintah?! Atau untuk inikah kalian diciptakan?! Kalian membenturkan sebagian Al-Qur’an dengan sebagiannya!! Karena inilah umat-umat sebelum kalian binasa”.
Bahkan telah datang hadits (yang menyatakan) bahwa perdebatan adalah termasuk dari siksaan Allah kepada sebuah ummat. Dalam Sunan At-Tirmidzy dan Ibnu Majah dari hadits Abu Umamah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوْا عَلَيْهِ إِلاَّ أُوْتُوْا الْجَدَلَ، ثُمَّ قَرَأَ : مَا ضَرَبُوْهُ لَكَ إِلاَّ جَدَلاً “Tidaklah sebuah kaum menjadi sesat setelah mereka dulunya berada di atas hidayah kecuali yang suka berdebat, kemudian beliau membaca (ayat) “Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja””.
Imam Ahmad rahimahullah berkata : “Pokok-pokok sunnah di sisi kami adalah berpegang teguh dengan apa yang para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berada di atasnya dan mencontoh mereka. Meninggalkan semua bid’ah dan semua bid’ah adalah sesat. Meninggalkan permusuhan dan (meninggalkan) duduk bersama orang-orang yang memiliki hawa nafsu. Dan meninggalkan perselisihan, perdebatan dan permusuhan dalam agama”.
Ada dua bentuk perdebatan. Ada perdebatan yang tercela dan ada pula yang terpunji.
Perdebatan Yang Tercela:
Yaitu semua perdebatan dengan kebatilan, atau berdebat tentang kebenaran setelah jelasnya, atau perdebatan dalam perkara yang tidak diketahui oleh orang-orang yang berdebat, atau perdebatan dalam mutasyabih (Yaitu ayat-ayat yang kurang jelas maknanya pada sebagian orang karena adanya beberapa kemungkinan makna) dari Al-Qur’an atau perdebatan tanpa niat yang baik dan yang semisalnya.
Perdebatan Yang Terpuji:
Adapun jika perdebatan itu untuk menampakkan kebenaran dan menjelaskannya, yang dilakukan oleh seorang ‘alim dengan niat yang baik dan konsisten dengan adab-adab (syar’iy) maka perdebatan seperti inilah yang dipuji.
Allah Ta’ala berfirman : ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”. (QS. An-Nahl : 125)
Dan Allah Ta’ala berfirman : وَلَا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ “Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik”. (QS. Al-‘Ankabut : 46)
Dan Allah Ta’ala berfirman : قَالُوا يَانُوحُ قَدْ جَادَلْتَنَا فَأَكْثَرْتَ جِدَالَنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ “Mereka berkata: “Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar”. (QS. Hud : 32)
Contoh-Contoh Perdebatan Syar’i:
Allah Ta’ala mengkhabarkan tentang perdebatan Ibrahim ‘alaihis shalatu wassalam melawan kaumnya dan (juga) Musa ‘alaihis shalatu wassalam melawan Fir’aun.
Dan dalam As-Sunnah disebutkan tentang perdebatan antara Adam dan Musa ‘alaihimas shalatu wassalam. Dan telah dinukil dari salafus shaleh banyak perdebatan yang semuanya termasuk perdebatan yang terpuji yang terpenuhi di dalamnya syarat-syarat berikut:
1. Ilmu (tentang masalah yang diperdebatkan).
2. Niat (yang baik).
3. Mutaba’ah.
4. Adab dalam perdebatan.
Lebih lanjut ada banyak dalil dari salafussholih
tentang larangan berdebar kusir.
1. Nabi Muhammad shållallåhu ‘alayhi wa sallam
“Aku akan menjamin sebuah rumah di dasar surga
bagi orang yang meninggalkan debat meskipun dia berada dalam pihak yang benar.
Dan aku menjamin sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan
dusta meskipun dalam keadaan bercanda. Dan aku akan menjamin sebuah rumah di
bagian teratas surga bagi orang yang membaguskan akhlaknya.”
(HR.
Abu Dawud dalam Kitab al-Adab, hadits no 4167. Dihasankan oleh al-Albani dalam
as-Shahihah [273] as-Syamilah)
2. Nabi Sulaiman ‘alaihissalam
Nabi
Sulaiman ‘alaihissalam berkata kepada putranya:
“Tinggalkanlah
mira’ (jidal, mendebat karena ragu-ragu dan menentang) itu, karena manfaatnya
sedikit. Dan ia membangkitkan permusuhan di antara orang-orang yang
bersaudara.”
[Ad-Darimi:
309, al Baihaqi, Syu’abul Iman: 1897]
3. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhumaa
“Cukuplah
engkau sebagai orang zhalim bila engkau selalu mendebat. Dan cukuplah dosamu
jika kamu selalu menentang, dan cukuplah dosamu bila kamu selalu berbicara
dengan selain dzikir kepada Allah.”
[al-Fakihi
dalam Akhbar Makkah]
4. Abud Darda radhiyallahu ‘anhu
“Engkau
tidak menjadi alim sehingga engkau belajar, dan engkau tidak disebut mengerti
ilmu sampai engkau mengamalkannya. Cukuplah dosamu bila kamu selalu mendebat,
dan cukuplah dosamu bila kamu selalu menentang. Cukuplah dustamu bila kamu
selalu berbicara bukan dalam dzikir tentang Allah.”
[Darimi:
299]
5. Muslim Ibn Yasar rahimahullah
“Jauhilah
perdebatan, karena ia adalah saat bodohnya seorang alim, di dalamnya setan
menginginkan ketergelincirannya.”
[Ibnu
Baththah, al-Ibanah al-Kubra; Darimi: 404]
6. Hasan Bashri rahimahullah
Ada
orang datang kepada Hasan Bashri rahimahullah lalu berkata,
“Wahai
Abu Sa’id kemarilah, agar aku bisa mendebatmu dalam agama!”
Maka
Hasan Bashri rahimahullah berkata:
“Adapun
aku maka aku telah memahami agamaku, jika engkau telah menyesatkan (menyia-nyiakan)
agamamu maka carilah.”
[Ibnu
Baththah, al-Ibanah al-Kubra: 588]
7. Umar ibn Abdul Aziz rahimahullah
“Barangsiapa
menjadikan agamanya sebagai sasaran untuk perdebatan maka ia akan banyak
berpindah-pindah (agama).”
[Ibnu
Baththah, al-Ibanah al-Kubra: 565]
8. Abdul Karim al-Jazari rahimahulah
“Seorang
yang wira’i tidak akan pernah mendebat sama sekali.”
[Ibnu
Baththah, al-Ibanah al-Kubra: 636; Baihaqi dalam Syu’ab: 8249]
9. Ja’far ibn Muhammad rahimahullah
“Jauhilah
oleh kalian pertengkaran dalam agama, karena ia menyibukkan (mengacaukan) hati
dan mewariskan kemunafikan.”
[Baihaqi
dalam Syu’ab: 8249]
10. Mu’awwiyah ibn Qurrah rahimahullah
“Dulu
dikatakan: pertikaian dalam agama itu melebur amal.”
[Ibnu
Baththah, al-Ibanah al-Kubra: 562]
11. al Auza’i rahimahullah
“Jika
Allah menghendaki keburukan pada suatu kaum maka Allah menetapkan jidal pada
diri mereka dan menghalangi mereka dari amal.”
[Siyar
al-A’lam 16/104; Tadzkiratul Huffazh: 3/924; Tarikh Dimsyq: 35/202]
12. Imran al-Qashir rahimahullah
“Jauhi
oleh kalian perdebatan dan permusuhan, jauhi oleh kalian orang-orang yang
mengatakan: Bagaimana menurutmu, bagaimana pendapatmu.”
[Ibnu
Baththah, al-Ibanah al-Kubra: 639]
13. Muhammad ibn Ali ibn Husain rahimahullah
“Pertikaian
itu menghapuskan agama dan menumbuhkan permusuhan di hati orang-orang.”
[al-Adab
al-Syar’iyyah: 1/23]
14. Abdullah ibn Hasan ibn Husain rahimahullah
Dikatakan
kepada Abdullah ibn al Hasan ibn al Husain rahimahullah,
“Apa
pendapatmu tentang perdebatan (mira’)?”
Dia
menjawab:
“Merusak
persahabatan yang lama dan mengurai ikatan yang kuat. Minimal ia akan menjadi
sarana untuk menang-menangan itu adalah sebab pemutus talit silaturrahim yang
paling kuat.”
[Tarikh
Dimasyq: 27-380]
15. Bilal ibn Sa’d rahimahullah (kedudukannya di Syam sama dengan Hasan Bashri di Bashrah)
“Jika
kamu melihat seseorang terus-terusan menentang dan mendebat maka sempurnalah
kerugiannya.”
[al-Adab
al-Syar’iyyah: 1/23]
16. Wahab ibnu Munabbih rahimahullah
“Tinggalkanlah
jidal dari perkaramu, karena ia tidak akan dapat mengalahkan salah satu dari
dua orang: seseorang yang lebih alim darimu, bagaimana engkau memusuhi dan
mendebat orang yang lebih alim darimu? Dan seseorang yang engkau lebih alim
daripadanya, bagaimana engkau memusuhi orang yang engkau lebih alim daripadanya
dan ia tidak mentaatimu? Maka tinggalkanlah itu.”
[Tahdzibul
Kamal: 31/148; Siyarul A’lam: 4/549; Tarikh Dimasyq: 63/388]
17. Perkataan Imam Asy-Syafii rahimahullah
1. Imam
Ahmad rahimahullah meriwayatkan tentang Imam Asy-Syafii rahimahullah:
وَكَتَبَ إلَيْهِ رَجُلٌ يَسْأَلهُ عَنْ مُنَاظَرَة أَهْلِ الْكَلَامِ ، وَالْجُلُوس مَعَهُمْ، قَالَ: وَاَلَّذِي كُنَّا نَسْمَع وَأَدْرَكْنَا عَلَيْهِ مَنْ أَدْرَكْنَا مِنْ سَلَفِنَا مِنْ أَهْل الْعِلْم أَنَّهُمْ كَانُوا يَكْرَهُونَ الْكَلَامَ وَالْخَوْضَ مَعَ أَهْل الزَّيْغ وَإِنَّمَا الْأَمْر فِي التَّسْلِيم وَالِانْتِهَاء إلَى مَا فِي كِتَابِ اللَّه عَزَّ وَجَلَّ وَسُنَّةِ رَسُوله لَا تَعَدَّى ذَلِكَ .
Seseorang
menulis surat kepada Imam Asy-Syafii menanyainya tentang berdebat dengan ahli
kalam dan duduk-duduk bersama mereka. Imam Syafii berkata: “Yang kami dengar
dan kami dapati dari salaf (pendahulu) kami dari para ulama, bahwa mereka
membenci ilmu kalam dan berdebat dengan orang-orang menyimpang. Agama itu
hanyalah dalam tunduk dan berhenti kepada apa yang ada di Al-Qur’an dan Sunnah
Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, tidak melampuinya.”
2.
Az-Za’faroni berkata: Aku mendengar Asy-Syafii rahimahullah berkata:
مَا نَاظَرْتُ أَهْلَ الْكَلَام إلَّا مَرَّةً وَأَنَا أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ ذَلِكَ .
“Aku
tidak mendebat ahli kalam kecuali sekali. Dan setelah itupun aku beristighfar
kepada Allah dari hal itu.”
3. Imam
Asy-Syafii rahimahullah berkata:
الْمِرَاءُ فِي الْعِلْمِ يُقَسِّي الْقُلُوبَ وَيُوَرِّثُ الضَّغَائِنَ .
“Berdebat
dalam ilmu akan membuat keras hati dan mewariskan dendam.”
18. Malik ibnu Anas rahimahullah
a.
Beliau berkata:
كُلَّمَا جَاءَ رَجُلٌ أَجْدَلُ مِنْ رَجُلٍ تَرَكْنَا مَا نَزَلَ بِهِ جِبْرِيلُ عَلَى مُحَمَّدٍ عَلَيْهِ السَّلَامُ لِجَدَلِهِ ، وَقَالَ عَلَيْهِ السَّلَامُ : { عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي } الْخَبَرُ .
“Apakah
setiap datang seseorang yang lebih pandai berdebat dari orang lain, kami akan
meninggalkan wahyu yang diturunkan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam karena perdebatannya. Padahal Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam terlah bersabda: ‘Wajib kalian memegang teguh sunnahku’.”
2. Abul Muzhaffar As-Sam’ani berkata dalam Kitab Al-Intishor Li Ahlil Hadits: Imam Malik rahimahullah pernah ditanya siapa ahli bid’ah itu. Maka beliau menjawab:
2. Abul Muzhaffar As-Sam’ani berkata dalam Kitab Al-Intishor Li Ahlil Hadits: Imam Malik rahimahullah pernah ditanya siapa ahli bid’ah itu. Maka beliau menjawab:
أَهْلُ الْبِدَعِ الَّذِينَ يَتَكَلَّمُونَ فِي أَسْمَاءِ اللَّهِ تَعَالَى وَصِفَاتِهِ وَكَلَامِهِ وَعِلْمِهِ وَقُدْرَتِهِ ، وَلَا يَسْكُتُونَ عَمَّا سَكَتَ عَنْهُ الصَّحَابَةُ وَالتَّابِعُونَ .
“Ahli
Bid’ah adalah orang-orang yang berbicara tentang Nama-Nama Allah,
Sifat-Sifat-Nya, Kalamullah, Ilmu-Nya, dan Taqdir Allah, dan mereka tidak diam
dari perkara yang para shohabat dan tabiin diam darinya.”
3. Imam Malik rahimahullah berkata:
3. Imam Malik rahimahullah berkata:
لَيْسَ هَذَا الْجَدَلُ مِنْ الدِّينِ بِشَيْءٍ .
“Tidaklah
jidal ini sedikitpun dari agama Islam.”
4.
Ma’n rahimahullah berkata:
“Pada
suatu hari Imam Malik ibn Anas berangkat ke masjid sambil berpegangan pada
tangan saya, lalu beliau dikejar oleh seseorang yang dipanggil dengan Abu
al-Juwairah yang dituduh memiliki Aqidah Murji’ah.”
Dia
berkata:
‘Wahai
Abu Abdillah dengarkanlah dariku sesuatu yang ingin saya kabarkan kepada anda,
saya ingin mendebat anda dan memberi tahu anda tentang pendapatku.’
Imam
Malik berkata,
‘Hati-hati,
jangan sampai aku bersaksi atasmu.’
Dia
berkata,
‘Demi
Allah, saya tidak menginginkan kecuali kebenaran. Dengarlah, jika memang benar
maka ucapkan.’
Imam
Malik bertanya,
‘Jika
engkau mengalahkan aku?’
Dia
menjawab,
‘Maka
ikutlah aku!’
Imam
Malik bertanya lagi,
‘Kalau
aku mengalahkanmu?’
Dia
menjawab,
‘Aku
mengikutimu?’
Imam
Malik bertanya,
‘Jika
datang orang ketiga lalu kita ajak bicara dan kita dikalahkannya?’
Dia
berkata,
‘Ya
kita ikuti dia.’
Imam
Malik rahimahullah berkata:
“Hai
Abdullah, Allah azza wa jalla telah mengutus Muhammad dengan satu agama, aku
lihat engkau banyak berpindah-pindah (agama), padahal Umar ibnu Abdil Aziz
telah berkata, “Barangsiapa menjadikan agamanya sebagai sasaran untuk
perdebatan maka dia akan banyak berpindah-pindah”.”
Imam
Malik rahimahullah berkata:
”Jidal
dalam agama itu bukan apa-apa (tidak ada nilainya sama sekali).”
Imam
Malik rahimahullah berkata:
“Percekcokan
dan perdebatan dalam ilmu itu menghilangkan cahaya ilmu dari hari seorang
hamba.”
Imam
Malik rahimahullah berkata:
“Sesungguhnya
jidal itu mengeraskan hati dan menimbulkan kebencian.”
Imam
Malik rahimahullah pernah ditanya tentang seseorang yang memiliki ilmu sunnah,
apakah ia boleh berdebat membela sunnah? Dia menjawab,
”Tidak,
tetapi cukup memberitahukan tentang sunnah.”
(Tartibul
Madarik wa Taqribul Masalik, Qadhi Iyadh: 1/51; Siyarul A’lam: 8/106;
al-Ajjurri dalam al-Syari’ah, hal.62-65)
19. Muhammad ibn Idris as-Syafi’I rahimahullah
“Percekcokan
dalam agama itu mengeraskan hati dan menanamkan kedengkian yang sangat.”
[Thobaqat
Syafiiyyah 1/7, Siyar, 10/28]
20. Ahmad bin Hambal rahimahullah
1. Abdus
bin Malik Al-‘Aththar berkata: Aku mendengar Abu Abdillah Ahmad bin Hambal
rahimahullah berkata:
أُصُولُ السُّنَّةِ عِنْدَنَا التَّمَسُّكُ بِمَا كَانَ عَلَيْهِ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالِاقْتِدَاءُ بِهِمْ ، وَتَرْكُ الْبِدَعِ ، وَكُلُّ بِدْعَةٍ فَهِيَ ضَلَالَةٌ ، وَتَرْكُ الْخُصُومَاتِ، وَالْجُلُوسِ مَعَ أَصْحَابِ الْأَهْوَاءِ ، وَتَرْكُ الْمِرَاءِ وَالْجِدَالِ.وَالْخُصُومَاتِ فِي الدِّينِ ... لَا تُخَاصِمْ أَحَدًا وَلَا تُنَاظِرْهُ ، وَلَا تَتَعَلَّمْ الْجِدَالَ فَإِنَّ الْكَلَامَ فِي الْقَدَرِ وَالرُّؤْيَةِ وَالْقُرْآنِ وَغَيْرِهَا مِنْ السُّنَنِ مَكْرُوهٌ مَنْهِيٌّ عَنْهُ لَا يَكُونُ صَاحِبُهُ إنْ أَصَابَ بِكَلَامِهِ السُّنَّةَ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ حَتَّى يَدَعَ الْجِدَالَ .
“Pokok-pokok
aqidah menurut kami adalah berpegang teguh dengan yang dipegang oleh para
shohabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan meneladani mereka, serta
meninggalkan bid’ah. Karena semua bid’ah itu sesat. Dan juga untuk meninggalkan
percekcokan dan duduk-duduk bersama ahlul ahwa, serta meninggalkan perdebatan,
jidal, dan percekcokan dalam agama ... Janganlah engkau cekcok dengan
seorangpun dan jangan mendebatnya. Janganlah engkau mempelajari jidal,
sesungguhnya ilmu kalam dalam aqidah seperti dalam masalah taqdir, ru’yah
(melihat Allah di hari kiamat), Al-Qur’an, dan lainnya adalah dibenci dilarang.
Tidaklah pelakunya walau dia mencocoki aqidah (yang benar) dengan ilmu kalamnya
menjadi ahlussunnah, sampai dia meninggalkan jidal.”
2.
Al-‘Abbas bin Ghalib Al-Warroq berkata: Aku berkata kepada Ahmad bin Hambal:
Wahai Abu Abdillah, aku duduk dalam satu majlis yang tidak ada yang mengetahui
sunnah selainku. Kemudian ada seorang ahli kalam ahli bid’ah berbicara, apakah
aku bantah dia?” Beliau menjawab: “Jangan engkau dudukkan dirimu untuk demikian
ini. Beritahu kepadanya sunnah dan jangan berdebat.” Kemudian aku mengulangi
perkataanku lagi, sampai beliau berkata: “Aku tidak memandangmu kecuali seorang
yang suka membantah.”
3.
Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya oleh seseorang,
“Saya
ada di sebuah majelis lalu disebutlah didalamnya sunnah yang tidak diketahui
kecuali oleh saya, apakah saya mengatakan?”
Dia
menjawab:
“Beritakanlah
sunnah itu, dan janganlah mendebat karenanya!”
Orang
itu mengulangi pertanyaannya, maka Imam Ahmad rahimahullah berkata:
“Aku
tidak melihatmu kecuali seorang yang mendebat.”
[al-Adab
as-Syar’iyyah: 1/358, dalam bab menyebar sunnah dengan ucapan dan perbuatan
tanpa perdebatan dan kekerasan; al-Bashirah fid-Da’wah Ilallah: 57]
20. Shafwan ibn Muhammad al-Mazini rahimahullah
Saat
Shafwan rahimahullah melihat para pemuda berdebat di Masjid Jami’ maka ia
mengibaskan tangannya sambil berkata:
“Kalian
adalah jarab2,
kalian adalah jarab.” [Ibnu Battah: 597]
Dahulu
dikatakan:
“Janganlah
engkau mendebat orang yang santun dan orang yang bodoh; orang yang santun
mengalahkanmu, sedang orang yang bodoh menyakitimu.”
[Al-Adab
al-Syar’iyyah: 1/23]
“Ya
Allah jauhkanlah kami dari jidal, dan anugerahkan pada kami istiqomah.
Janganlah Engkau simpangkan hati kami setelah engkau memberi hidayah pada
kami.”
Aamiin.
21. Wasiat asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bin
Ali al-Yamani al-Wushobi al-Abdali
Wahai
Penuntut ilmu, jika kamu membuka pintu debat bersama temanmu maka sungguh kamu
telah membuka pintu penyakit fitnah buat dirimu. Apabila seseorang penuntut
ilmu tidak menjauhkan diri darinya tentu akan mendapatkan marabahaya.
Rasulullah
shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda :
ما ضل قوم
بعد هدى كا
نوا عليه إلاأوتواالجدال : ثم قرأ
: ماضربوه لك
إلاجد لا بل
هم قوم خصمون
– رواه الترمذي عن
أبي أمامة الباهلي –
ِArtinya : “Tidaklah sesat suatu kaum
setelah mereka mendapatkan petunjuk kecuali Allah berikan kepada mereka ilmu
debat. Kemudian beliau membaca : mereka tidak memberikan perumpamaan itu
kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum
yang suka bertengkar.”
(HR
Tirmidzi dari Abu Umamah al Bahily)
Saya
masih teringat seorang teman ketika awal belajar di Madinah, mungkin kurang
lebih dua puluh empat atau dua puluh lima tahun yang silam, dia terkenal banyak
berdebat. Terkadang dia mulai berdebat dari setelah Isya’ sampai akhir malam.
Ternyata pada akhirnya dia mendapatkan kegagalan, tidak menjaga waktu, tidak
beristighfar, bertasbih, bertahlil, bangun malam, dan tidak melaksanakan bimbingan
Rasulullah shållallåhu ‘alayhi wa sallam.
Rasulullah
shållallåhu ‘alayhi wa sallam bukanlah pendebat. Tatkala Rasulullah shållallåhu
‘alayhi wa sallam pergi kerumah Fatimah dan Ali ketika beliau ingin
membangunkan keduanya untuk sholat malam, beliau mengetuk pintu dan berkata :
”Tidaklah
kalian bangun untuk melaksanakan sholat?”
‘Ali
mengatakan :
”Sesungguhnya
jiwa kami di Tangan Allah, Dia membangunkan sesuai kehendak-Nya.”
Beliau
Sholallahu Alaihi Wa Sallam balik sambil memukul pahanya dan berkata :
وَكَانَ الإنْسَانُ أَكْثَرَ شَيْءٍ
جَدَلا
”
Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak mendebat/membantah.”
(QS
Al Kahfi :54 )
Rasulullah
tidak mendebat Ali dan beliau menganggap bahwa apa yang dijawab Ali termasuk
dari jidal (debat) dengan berdalilkan firman Allah :
وَكَانَ الإنْسَانُ أَكْثَرَ شَيْءٍ
جَدَلا
”
Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak mendebat/membantah.”
(QS
Al Kahfi :54 )
Wahai
penuntut ilmu jauhilah dari perdebatan, karena hal yang demikian itu
menyebabkan kemurkaan dan kebencian di dalam hati. Katakan kepada temanmu apa
yang kamu ketahui, kalau temanmu mengatakan tidak, kembalikanlah
permasalahannya kepada Syaikhmu, dan sekali lagi menjauhlah kamu dari
perdebatan, Rasulullah bersabda :
إذااختلفتم قي
القران فقوموا – متفق
عليه
“Apabila
kalian berselisih di dalam Al Qur’an maka tinggalkan tempat tempat itu.”
(Muttafaqun
Alaihi)
Apabila
terjadi disuatu majelis perdebatan, satu menyatakan demikian yang lain
menyatakan demikian, maka dengarkan sabda Rasulullah diatas dan janganlah
kalian duduk ditempat itu dan jangan mencoba untuk membuka perdebatan.
Berhati-hatilah kamu dari debat dan peliharalah waktumu, insya Allah kamu akan
saling mencintai dan saling menyayangi.
[Disalin
oleh Abu Aufa
dari buku عشرون النصيحة الطالب
العلم و الد
ا عي إلى
الله yang sudah diterjemahkan kedalam
bahasa Indonesia dengan judul ” 20 Mutiara Indah bagi penuntut Ilmu dan Da’i
Ilallah“]
Maksud perkataan ‘ulama diatas
Syaikhul
Islam berkata,
“Jadi,yang
dimaksud larangan para salaf dalam berdebat adalah yang dilakukan oleh
-
orang yang tidak memenuhi syarat untuk melakukan perdebatan (kurang ilmu dan
lain-lain)
-
atau perdebatan yang tidak mendatangkan kemaslahatan yang pasti;
-
berdebat dengan orang yang tidak menginginkan kebenaran,
-
serta berdebat untuk saling unjuk kebolehan dan saling mengalahkan yang
berujung dengan ujub (bangga diri) dan kesombongan.
Beliau
melanjutkan,
“Jidal
(adu hujjah) adalah masalah yang hukumnya belum pasti; dan untuk menentukan
hukum tentang masalah ini, tergantung kepada kondisi yang ada. Sedangkan debat
yang sesuai dengan syari’at, maka hukumnya terkadang wajib dan terkadang
mustahab.
Kesimpulannya,
debat itu terkadang terpuji dan terkadang tercela; terkadang membawa mafsadat
(kerusakan) dan terkadang membawa mashlahat (kebaikan); terkadang merupakan
sesuatu yang haq dan terkadang merupakan sesuatu yang bathil.”
Wallåhu
ta’ala a’lamu bish shåwwab..
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar