Kamis, 24 April 2014

kesempurnaan iman dengan sunnah





SUNNAH HARIAN (bagian-1)

TIDAKLAH SEMPURNA IMAN, SEBELUM SELURUH AKTIFITAS DITIMBANG DENGAN SUNNAH

Dalam buku yang berjudul Lebih dari 1000 amalan Sunnah dalam sehari semalam, dibahas mengenai betapa banyaknya keuntungan mengerjakan amalan sunah. Jika diibaratkan dengan uang, maka amalan-amalan sunah ini merupakan bisnis paling prospektif untung meraih keuntungan dunia akhirat. Allah juga kadang menggunakan bahasa-bahasa bisnis dalam mengajak umatnya untuk meraih surgaNya seperti jual beli, perniagaan paling menguntungkan, dll. Dengan memahami perumpamaan ini, semoga bisa memudahkan kita dalam membayangkan betapa besarnya keuntungan yang kita raih apabila kita mengerjakan amalan2 sunah.

Dijelaskan juga bahwa apabila kita mencintai Allah dan RasulNya, maka kita seharusnya juga mengikuti apa perintah dan laranganNya, dan mengerjakan amalan-amalan yang diutamakan atau hanya sekedar disarankanNya. Walaupun kita mengetahui bahwa yang menentukan kita masuk surga atau tidak dari rahmat Allah, tapi untuk meraih rahmat tersebut kita harus ittiba, berusaha meningkatkan kedudukan kita di hadapan Allah, yang juga bergantung kepada amalan amalan kita.

Adapun faedah melakukan amalan-amalan sunnah :
1. Mendapatkan derajat Al Mahabbah (kecintaan Allah kepada hamba-Nya yang mukmin)
2. Penambal kekurangan ibadah wajib
3. Pencegah jatuhnya kedalam bid’ah
4. Pengagungan syiar-syiar agama

Ref:http://midori-tokodai.org/index.php?option=com_content&view=article&id=196:lebih-dari-1000-amalan-sunnah-dalam-sehari-semalam&catid=41:midori-ookayama&Itemid=166
Dalam sebuah hadist, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda:

عَنْ أَبِي مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعاً لِمَا جِئْتُ بِهِ )) [حَديثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ وَرَوَيْنَاهُ فِي كِتَابِ الْحُجَّة بإسنادٍ صحيحٍ ]

Terjemahan Hadits:
Dari Abu Muhammad, Abdullah bin Amr bin Al ‘Ash radhiallahu ‘anhuma, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda : “Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sehingga hawa nafsunya tunduk kepada apa yang telah aku sampaikan”. (Hadits hasan shahih dalam kitab Al Hujjah)
(Ada pula yang berpendapat bahwa hadits ini tergolong dho’if. Lihat Qowa’id Wa Fawa’id minal Arba’in An-Nawawiyah, karangan Nazim Muhammad Sulthan hal. 355, Misykatul Mashabih takhrij Syekh Al Albani, hadits no. 167, juz 1, Jami’ Al Ulum wal Hikam oleh Ibn Rajab)

Penjelasan Hadits:
Hadits ini adalah hadits yang terkenal dan hadits ini terdapat dalam Kitab At-Tauhid. Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak beriman salah seorang di antara kalian sampai hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa”. Hadits ini berderajat hasan sebagaimana yang dihasankan Imam Nawawi di sini. Bahkan beliau berkata ini adalah hadits yang hasan shahih.
 Hadits ini dikatakan sebagai hadits hasan karena hadits ini sesuai dengan makna ayat Al Quran yaitu:

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. (QS An Nisaa: 65)

Menganggap sebuah hadits memiliki derajat hasan karena memiliki makna yang sesuai dengan ayat Al Quran adalah mazhab yang dianut oleh banyak ulama terdahulu seperti Ibnu Jarir Ath Thobari dan sebagian ulama dan imam ahli hadits.

Perkataan nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pada hadits ini: “Tidak beriman salah seorang di antara kalian sampai hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa” memiliki makna bahwa keimanan yang sempurna tidak akan terwujud sampai hawa nafsu dan harapan seseorang mengikuti apa yang dibawa oleh Al Musthofa (nabi Muhammad) shalallahu ‘alaihi wa salam. Hal ini juga bermakna bahwa seseorang wajib mendahulukan kehendak Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam dibandingkan dengan kehendaknya serta mendahulukan syariat Rosululloh shalallahu ‘alaihi sallam dari pada hawa nafsunya. Jika terdapat pertentangan antara harapannya dengan sunnah, maka dia akan mendahulukan sunnah. Hal ini telah dijelaskan pada banyak ayat Al Quran dan hadits, seperti firman Alloh jalla wa ‘ala:

Katakanlah: “Jika bapak-bapak , anak-anak , saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” (QS At Taubah: 24)
Maka seseorang wajib untuk lebih mencintai Alloh dan Rosul-Nya dibandingkan selain keduanya. Jika seseorang sudah berbuat demikian, maka hawa nafsunya sudah mengikuti apa yang dibawa oleh Al Musthofa shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Maka makna perkataan Rosululloh shalalahu ‘alaihi wa sallam: “Tidak beriman salah seorang di antara kalian” adalah meniadakan kesempurnaan keimanan yang wajib. Makna ini adalah makna zhohir yang sesuai dengan kaidah yang telah kita pelajari sebelumnya. Pembicaraan tentang hal ini secara lebih lengkap terdapat dalam penjelasan Kitab At Tauhid.

Hadits ini semakna dengan firman Allah : “Demi Tuhanmu, mereka tidak dikatakan beriman sebelum mereka berhukum kepada kamu mengenai perselisihan sesama mereka dan mereka tidak merasa berat hati atas keputusan kamu serta menerima dengan pasrah sepenuhnya”. (QS. 4 : 65)

Sebab turunnya ayat ini ialah karena Zubair bersengketa dengan seorang sahabat dari golongan Anshar dalam perkara air. Kedua orang ini datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam untuk mendapatkan keputusan. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Wahai Zubair, alirkanlah dan tuangkanlah air kepada tetanggamu itu”.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menganjurkan kepada Zubair untuk bersikap memudahkan dan toleransi. Akan tetapi, sahabat Anshar itu berkata : “Apakah karena dia anak bibimu?” Maka merahlah wajah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kemudian sabda beliau : “Wahai Zubair, tutuplah alirannya sampai airnya naik ke atas pagar kemudian biarkanlah hingga tumpah”.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melakukan hal semacam itu untuk memberi isyarat kepada Zubair bahwa apa yang diputuskan beliau mengandung mashlahat bagi golongan Anshar. Tatkala orang Ashar memahami sabda Nab Shallallahu ‘alaihi wa Sallam itu, maka Zubair menyadari apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Karena kejadian itulah ayat ini turun.
Hadits yang shahih dari Nabi , beliau bersabda : “Demi diriku yang ada di dalam kekuasaan-Nya, seseorang di antara kamu tidak dikatakan beriman sebelum ia mencintai aku lebih dari cintanya kepada bapaknya, anaknya, dan semua manusia”.

Abu Zinad berkata : “Hadits ini termasuk kalimat pendek yang padat berisi, karena di dalam kalimat ini digunakan kalimat yang singkat tetapi maknanya luas. Cinta itu ada tiga macam, yaitu cinta yang didorong oleh rasa menghormati dan memuliakan seperti cinta kepada orang tua, cinta didorong oleh kasih sayang seperti mencintai anak dan cinta karena saling mengharapkan kebaikan seperti mencintai orang lain”.

Ibnu Bathal berkata : “Hadits di atas maksudnya —Wallaahu a’lam— adalah barang siapa yang ingin imannya menjadi sempurna, maka ia harus mengetahui bahwa hak dan keutamaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam lebih besar daripada hak bapaknya, anaknya dan semua manusia, karena melalui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam inilah Allah menyelamatkan dirinya dari neraka dan memberinya petunjuk sehingga terjauh dari kesesatan. Jadi, maksud Hadits di atas adalah mengorbankan diri dan jiwa untuk membela Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berperang melawan bapak mereka atau anak mereka atau saudara mereka (yang melawan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam). Abu Ubaidah telah membunuh bapaknya karena menyakiti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Abu Bakar menghadapi anaknya, Abdurrahman, dalam perang Badar dan hampir saja anak itu dibunuhnya. Barang siapa melakukan hal semacam ini, sungguh ia dapat dikatakan kemauan-kemauannya tunduk kepada apa yang diajarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepadanya.

Intisari Hadits:
Sempurnanya iman hanya bisa diraih dengan menundukkan hawa nafsu untuk mengikuti semua petunjuk Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam. Yaitu dengan mendahulukan kehendak Rasulullah atas kehendak dirinya dalam setiap aktifitas terutama ketika terjadi pertentangan kehendak. Demikianlah banyak ayat dan hadits yang semakna dengan hadits ini. Walau secara sanad hadits ini didho’ifkan oleh banyak ulama.

Penafian iman di sini diartikan sebagai penafian kesempurnaan. Karena seperti telah dibahas di depan bahwa penafian ada dua macam. Penafian iman sama sekali dan penafian kesempurnaannya.
Ref dengan beberapa editan yang diperlukan: http://tirtakusuma2.wordpress.com/2013/12/11/hadits-ke-41-menundukkan-hawa-nafsu/

Senin, 07 April 2014

parasit ikan yang beresiko menular kemanusia



Parasit pada ikan dan resikonya terhadap kesehatan masyarakat

Judul asli “Parasites of fish and risks to public health” oleh Adams, Murrell, & Cross, Rev. sci. tech. Off. int. Epiz., 1997,16 (2), 652-660
 
Rangkuman 

Banyak parasit yang menginfeksi ikan, tetapi hanya sedikit spesies yang mampu menginfeksi manusia. Yang paling penting adalah parasit dari jenis cacing, beberapa diantaranya mampu menular ke manusia melalui ikan, khususnya jenis anisakid nematoda (terutama Anisakis simplex dan Pseudoterranova decipiens), cestoda dari genus Diphyllobothrium dan digenetic trematoda dari famili Heterophyidae, Opisthorchiidae dan Nanophyetidae.  Sementara  infeksi  jenis acanthocephalans jarang ditemukan pada manusia. Penularan cacing tersebut sangat erat hubungannya dengan faktor  sosial - budaya dan perilaku masyarakat, khususnya cara mengkonsumsi  ikan, apakah dimakan mentah atau matang.

Hal yang perlu diperhatikan adalah penanganan selama pemanenan, pengolahan atau pasca-pemrosesan (sebelum sampai ke konsumen) untuk mengurangi risiko infeksi. Industri makanan ikan dan otoritas pemerintah dapat menerapkan berbagai program untuk mengurangi risiko ini, termasuk penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) dan Hazard Analysis And Critical Control Point (HACCP). Upaya tersebut dapat mencakup kebijakan pembatasan luas areal panen, ukuran ikan dan spesies ikan. Metode penangkapan, penanganan dan penyimpanan hasil tangkapan dapat  mempengaruhi kualitas ikan, terutama dengan keberadaan dan jumlah parasit yang terkandung. Proses pengolahan termasuk proses penyiangan dan jenis produk turunannya (ikan dalam bentuk segar, beku , asin atau fermentasi) semua dapat berkontribusi pada pengendalian risiko yang ditimbulkan oleh cacing parasit. Sementara cara yang paling efektif untuk membunuh parasit adalah dengan pendinginan atau pemanasan.

...