Rabu, 17 Mei 2017

MKI 11. DIAGNOSE PENYAKIT IKAN

11.1. PENDAHULUAN
Dalam masa beberapa tahun belakangan ini masalah kesehatan ikan menjadi masalah besar yang harus dihadapi oleh oleh para petani ikan di seluruh dunia. Di negara-negara Asia Tenggara produksi ikan telah sangat dipengaruhi oleh adanya wabah penyakit ikan seperti misalnya  Epizootic Ulcerative Syndrom (EUS) yang telah mewabah pada sekitar tahun 1980 an. Penyakit bakterial yang diakibatkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila masih menjadi masalah yang serius terutama pada peternakan lele dumbo (Clarias gariepinus) dan Ikan hias. Demikian pula infeksi bakteri Mycobacterium sp. telah mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit pada usaha budidaya ikan gurame. Kerugian yang diakibatkannya dapat mencapai 60% kematian.
Pada usaha budidaya ikan laut wabah telah terjadi pada tahun 1991 akibat infeksi bakteri Vibrio harveyi. Demikian pula Yellow Head Disease (YHD) Monodon Baculovirus (MBV), Systemic Ectodermal and Mesodermal Baculo Virus (SEMBV) dan Hepatopancreatic Parvo-like Virus adalah beberapa patogen yang telah mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit pada usaha budidaya udang baik di panti benih maupun usaha pembesaran. Wabah penyakit ikan pada usaha budidaya ikan  jaring apung telah dilaporkan pada tahun 1993, dimana kerugian yang ditimbulkan akibat infeksi vibriosis cukup serius (Rukyani et al. 1993).
Mengingat hal-hal tersebut diatas, maka perlu segera didapatkan cara penganggulangan penyakit dan mencegah makin meluasnya penyebaran penyakit dari satu areal budidaya ke areal yang lain. Untuk hal tersebut diatas maka tentu saja diperlukan beberapa dukungan. Dukungan tersebut antara lain adanya sistem perkarantinaan yang kuat serta yang diperkuat oleh peraturan dan perudang-undangan serta metoda analysis yang tepat. Data penyebaran penyakit dinegara ini perlu secara periodik dan dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama untuk di perbaharui. Oleh karena itu maka monitorig penyakit di seluruh wilayah republik Indonesia perlu secara teratur dilaksanakan.

11. 2. DIAGNOSA PENYAKIT
Diagnosa artinya mengenali adanya ketidaknormalan pada ikan-ikan yang dibudidayakan serta  dilanjutkan dengan  mengidentifikasi agen penyebabnya. Tahapan diagnosa meliputi  pengenalan atau pengamatan terhadap kelainan–kelainan yang terdapat pada tubuh ikan  termasuk  juga kelainan perilaku.
 Ikan sakit secara visual bisanya ditujukkan dengan gejala klinis seperti: warna kusam atau pucat, sirip rusak/rontok, sisik lepas dan kadang tidak rapi, luka, pendarahan, produksi lendir berlebihan atau berkurang, tutup insang selalu terbuka dan warna lembar insang pucat, benjolan pada insang atau daging, mata menonjol, ukuran badan dan kepala tidak proporsional dan mungkin terjadi kelainan bentuk tubuh.
Ikan yang kurang sehat biasanya menunjukkan perilaku yang menyimpang seperti: memisahkan diri dari kelompok, ikan sering menggosok-gosokkan tubuhnya pada benda-benda yang ada di sekelilingnya, frekwensi pernafasan meningkat dan lebih banyak berkumpul di sumber air masuk, pergerakan renangnya lamban dan kurang terarah dan nafsu makan berkurang (anorexia), serta diam di dasar atau menggantung di permukaan air.
Diagnosa juga melakukan tindakan pengamatan dilapangan termasuk ada atau tidaknya kematian ikan, kalau ada  berapa banyak kematian tersebut dan pada ukuran ikan yang mana kematian tersebut terjadi. Pengamatan juga dilakukan pada kondisi lingkungan budidaya dan kondisi air seperti suhu, warna, kekeruhan, dan bau.

11. 3.     TEKNIK SAMPLING
Sampel ikan untuk keperluan diagnosa  penyakit ikan sebaiknya diambil secara periodic. Spesimen ikan yang diambil harus dapat mewakili populasi ikan yang hendak didiagnosa. Misalnya, pada populasi yang secara klinis telah menunjukkan adanya gejala infeksi patogen, maka sampel harus diambil (a) ikan yang kelihatan sehat, (b) ikan yang sakit dengan gejala klinis sangat jelas, dan (c) ikan yang baru mengalami kematian (30 – 60 menit).
Frekuensi sampling sebaiknya terencana , misalnya setiap 1 bulan sekali untuk ikan-ik`n di kolam pembesaran, atau 3 - 6 bulan sekali untuk induk-induk ikan. Melalui program monitoring yang dilakukan secara teratur, maka munculnya kasus penyakit akan terdeteksi lebih dini.
Seperti telah disebutkan diatas bahwa jumlah sample sebaiknya dapat mewakili populasi. Sebagai pedoman maka dapat mengikuti aturan yang telah dhsepakati bersama dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Jumlah ikan sample yang diperlukan  untuk ukuran populasi yng berbeda dan
kepercayaan tingkat prevalensi infeksi.


Ukuran populasi
Jumlah ikan yang disampling dengan asumsi tingkat prevalensi
5%
10%
50
100
250
500
1.000
2.500
5.000
10.000
100.000
lebih dari 100.000
29
43
49
54
55
56
57
57
57
60
20
23
25
26
27
27
27
27
30
30
Sumber: McDaniel (1979).


11. 4.        PENGAWETAN DAN TRANSPORTASI SAMPEL
1. Ikan hidup.
Sampel ikan hidup akan lebih baik untuk segala macam keperluan seperti untuk pemeriksaan parasit, bakteri, jamur, maupun virus. Tenntu saja pengangkutan sample semacam ini memerlukan teknik tertentu. Teknologi pengankutan ikan hidup telah suda ada dan berkembang dinegara kita.
2. Ikan mati yang di es
 Ikan yang baru mati tidak lebih dari 60-90 menit dapat disimpan dalam refrigerator atau dalam es bok. Penyimpanan ikan harus terpisah untuk tiap individu supaya tidak lengket dan tidak terjadi kontaminasi antara ikan sehat dan ikan sakit. Pengiriman sample dapat dilakukan  secara langsung dengan menggunakan wadah termos atau es bok.
3. Ikan mati beku
Ikan yang mati bisa saja dibekukan dengan menggunakan mesin pembeku (freezer), kemudian dikirim dalam keadaan beku. Sampel demikian dapat dugunakan bagi pemeriksaan  baik parasit, jamur, bakteri maupun virus. Namun sample tersebut tidak bisa dipakai untuk pembuatan preparat histology.
4. Ikan yang diawetkan dengan fiksatif.
Ikan sample dapat dikirim dalam bentuk yang sudah diawetkan dengan menggunakan fiksatif. Adapun fiksatif yang dapat digunakan antara lain formalin, alkohol  70%. Sampel yang difiksasi dengan  formalin dapat digunakan bagi pemeriksaan parasit dan histopatologi, tapi tidak dapat digunakan bagi pemeriksaan bakteri, jamur dan virus. Sampel yang diawetkan dengan alcohol 70%  dapat digunakan bagi pemeriksaan parasit, virus dan mungkin histopatologi, namun tidak bisa dipakai bagi pemeriksaan jamur, dan bakteri. Sampel yang sudah diawetkan dengan menggunakan bahan fiksatif dapat dikirim bebas dengan menggunakan wadah yang aman.
5. Sampel jaringan yang terpisah
Sampel juga dapat diawetkan secara terpisah tergantung keperluan, misal untuk pemeriksaan virus dapat hanya dengan mengirim ginjal, hati, limfa atau bagian badan yang diduga terinfeksi dengan menggunakan bahan fiksatif alcohol 70% atau “transport medium”. Sampel seperti tersebut diatas dapat juga difiksasi dengan formalin buffer bagi kepentingan pemeriksaan histipatologi

11.5. CARA PEMERIKSAAN SAMPEL
1. Pemeriksaan parasit.
Pemeriksaan parasit dilakukan secara menyeluruh  termasuk ekto dan endoparasit. Pemeriksaan parasit pada kulit sirip dan insang dapat diamati melalui pembuatan preparat “smear” kemudian diamati dibawah mikroskope. Pemeriksaan endo parasit dapat dilanjtkan setelah kita melaksanakan  pembedahan ikan. Amati secara seksama kelainan dan adanya parasit dalam rongga perut dan pada organ dalam lain seperti ginjal hati kantung empedu, baik menggunakan mata telanjang maupun dengan bantuan mikroskope. Usus ikan kemudian dbuka untuk mengetahui ada atau tidaknya parasit terutama cacing. Korne mata juga sebaiknya dibedah untuk diamati ada atau tidaknya parasit.
2. Pemeriksaan Jamur
Jamur dapat diisolasi dari kulit, sirip dan insang. Isolat kemudian ditanamkan diatas media jamur baik media umum maupun media specifik tergantung dari tujuannya. Untuk mendeteksi adanya jamur yang bersifat sistemik kita dapat mengambil isolat dari alat-alat dalam terutama ginjal dan limfa.
3. Pemeriksaan bakteri
Bakteri luar dapat diisolasi dari bagian tubuh luar speri kulit sirip dan insang terutama yang menunjukkan gejala infeksi. Untuk baketri yang sistemik isolat dapat diambil dari  darah ikan atau alat-alat dalam seperti ginjal, limfa dan jantung. Isolat kemudian ditanamkan diatas media baik umum m,aupun spesifik, dan kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi baik dengan metoda biokimia ataupun dengan teknik serologis atau teknik lain yang lebih moderen.
4. Pemeriksaan  virus
Isolat virus dapat diambil  baik organ luar maupun organ dalam yang diduga terinfeksi. Pengambilan isolat biasanya tergantung dari sifat infeksi virus. Karena masing-masing virus mempunyai target infeksi yang berlainan.  Sampel kemudian dianalisis berdasarkan metoda yang tepat baik dengan menggunakan “cell line”, serologis ataupun menggunakan tekhnik PCR.
5. Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan ini berdasarkan pada perubahan-perubahan yang ada pada jaringan tertentu yang diakibatkan karena adanya infeksi suatu penyakit. Perubahan struktur jaringan ada yang secara umum dan ada pula yang spesifik bagi suatu patogen.  Biasanya sebelum bisa diamati jaringan tersebut perlu diproses terlebih dahulu dengan teknik tertentu dan dicat dengan pengecatan yang diperlukan tergantung kebutuhan.

Daftar Pustaka
Andrews, C., A. Exell  and N. Carrington. 1988. The Intervet Manual of Fish Health. Salamander Books Ltd. London.

Austin, B and D.A. Austin. 1987. Bacterial Fish Pathogens: Disease in farmed and wild fish.John wiley and Son. New York. p.70.

Post, G. 1983. Textbook of Fish Health.TFH Publication, Inc. Ltd. Rukyani, A; P. Taufik and A. Poernomo. 1993. Penyakit dipertambakan udang. Warta Penelitian Jakarta.

Sarig, S. 1971. Diseases of Warmwater Fishes. TFH Publ., Neptune City, New Jersey. Snieszko, S.F. 1973. The effect of environmental stress on outbreak of infection diseases of fishes. J. Fish. Biol. (6) : 197‑208.

Selasa, 09 Mei 2017

PENYAKIT LINGKUNGAN PADA IKAN

MKI 10. PENYAKIT LINGKUNGAN PADA IKAN

10.1. lingkungan dan penyakit
            Lingkungan perairan memiliki peranan yang penting bagi ikan. Faktor fisika perairan misalnya Suhu, Arus, Kedalaman, kecerahan, densitas; faktor kimia perairan misalnya salinitas, pH, DO, dan lain sebagainya memiliki peranan penting bagi ikan. Antara satu vairabel dengan variabel yang lain saling berkaitan.
            Bagi pembudidaya ikan, kualitas air budidaya hendaknya selalu dijaga agar tetap optimal. Penyakit non parasiter dapat disebabkan oleh faktor lingkungan yang kurang menunjang bagi kehidupan ikan. Lingkungan yang buruk dapat menjadi faktor utama yang menyebabkan ikan stres, sistem imun menurun, sehingga ikan akan mudah terserang penyakit, antara lain pH air terlalu tinggi/ rendah, kandungan oksigen terlarut terlalu tinggi/rendah, perubahan temperatur air secara tiba-tiba, adanya gas beracun hasil penguraian bahan organik (gas metan, ammonia atau asam belerang), adanya polusi dari pestisida (insektisida atau herbisida), limbah industri atau limbah rumah tangga.
Dalam budidaya laut khususnya, penyebab penyakit non parasiter (non infektif/infectious disease) akibat lingkungan dapat berupa: Faktor Kimia dan Fisika, antara lain: perubahan salinitas air secara mendadak; pH yang terlalu rendah (air asam), pH yang terlalu tinggi (air basa / alkalis); kekurangan oksigen dalam air; zat beracun, pestisida (insektisida, herbisida dan sebagainya); perubahan suhu air yang mendadak; kerusakan mekanis (luka-luka); perairan terkena polusi.
10.2. jenis-jenis penyakit lingkungan
Lingkungan dalam hal ini air, merupakan media paling vital bagi kehidupan ikan. Stressor (faktor lingkungan) dalam sistem budidaya ikan meliputi stressor: 1) fisik (suhu, cahaya, suara, tekanan air); 2) kimiawi (pH, NH3, NO2, CO2, buangan metabolik, logam berat); 3) biologis (padat tebar, keberadaan hama); dan 4) prosedural budidaya (penebaran, sampling, pergantian air, pergantian wadah, pemanenan). Ikan yang mengalami stres akan mengalami rangkaian perubahan morfologi, biokimia, dan fisiologi yang disebut General Adaptive Syndrome (GAS). Selain jumlahnya, kualitas air yang memenuhi syarat merupakan salah satu kunci keberhasilan budidaya ikan. Parameter-parameter air yang biasanya diamati untuk menenetukan kualitas suatu perairan adalah:
a. Oksigen
Oksigen adalah salah satu faktor pembatas penting dalam budidaya ikan. Beberapa jenis ikan masih mampu bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi oksigen 3 ppm, tetapi konsentrasi minimum yang masih dapat diterima oleh sebagian besar spesies ikan untuk hidup dengan baik adalah 5 ppm. Pada perairan dengan konsentrasi oksigen di bawah 4 ppm, ikan masih mampu bertahan hidup, akan tetapi nafsu makannya rendah atau tidak ada sama sekali, sehingga pertumbuhannya menjadi terhambat. Ikan akan mati atau mengalami stres bila konsentrasi oksigen mencapai nol.
b. Karbondioksida
Karbondioksida adalah komponen udara yang umum terdapat baik di air maupun di udara. Gas ini dapat dihasilkan oleh proses respirasi maupun proses penguraian bahan organik. Meningkatnya konsentrasi gas ini pada wadah tertutup selama pengangkutan ikan merupakan masalah utama di daerah tropis. Adanya gas karbondioksida terhadap ikan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen terlarut di perairan tersebut. Jika konsentrasi oksigen berada pada tingkat maksimal, pengaruh gas karbondioksida dapat diabaikan.
c. Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman adalah besaran yang menunjukkan sifat asam atau basa di dalam air tempat hidup. Nilai optimal pH tergantung dari spesies ikan. Sebagian besar ikan dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan perairan yang mempunyai derajat keasaman (pH) berkisar antara 5-9. Untuk sebagian besar spesies ikan air tawar, pH yang cocok berkisar antara 6.5 – 7.5, sedangkan untuk ikan laut adalah 8.3. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat pengaruh derajat keasaman (pH) di kolam terhadap ikan yang dibudidayakan.
Tabel: Pengaruh pH terhadap kehidupan ikan di kolam
Kisaran
Pengaruh Terhadap Ikan
4-5
Tingkat keasaman yang mematikan dan tidak ada reproduksi
4-6,5
Pertumbuhan lambat
6,5-9
Baik untuk produksi
> 11
Tingkat alkalinitas mematikan

d. Alkalinitas dan Sistem Buffer
Sering dijumpai pH suatu perairan mengalami fluktuasi atau perubahan yang cukup drastis. Hal ini kurang menguntungkan, sebab akan mempengaruhi kehidupan ikan yang dipelihara. Fluktuasi atau perubahan nilai pH yang drastis di suatu perairan dapat dicegah apabila perairan tersebut mempunyai sistem buffer yang memadai. Apabila suatu perairan mengandung mineral karbohidrat, bikarbonat, borat, dan silikat, maka perairan tersebut akan mempunyai pH di atas netral dan dapat mencegah terjadinya penurunan pH secara drastis.
e. Ammonia
Pada suatu kolam budidaya, peningkatan konsentrasi ammonia dapat terjadi karena pengeluaran hasil metabolisme ikan melalui ginjal dan jaringan insang. Selain itu, ammonia dalam kolam juga dapat terbentuk sebagai hasil proses dekomposisi protein yang berasal dari sisa pakan atau plankton yang mati. Ammonia dengan konsentrasi yang tinggi atau melewati batas yang dapat ditolerir ikan dapat menyebabkan terjadinya New Tank syndrome yaitu kondisi tidak stabil terhadap perubahan lingkungan.
Konsentrasi ammonia di bawah 0.02 ppm cukup aman bagi sebagian besar ikan, sedangkan di atas angka tersebut dapat menyebabkan timbulnya keracunan pada ikan. Disamping itu, peningkatan konsentrasi ammonia dalam suatu media budidaya dapt mempengaruhi aktivitas bakteri, khususnya bakteri penyebab penyakit insang. Konsentrasi yang rendah tetapi berlangsung dalam waktu lama juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan insang, sedangkan konsentrasi ammonia tinggi (di atas 0.3 ppm) akan mempercepat kerusakan insang, sehingga ikan sulit mengambil oksigen dari lingkungannya. Efek keracunan ammonia sangat bervariasi, tergantung spesies ikan yang dipelihara, konsentrasi oksigen, pH dan temperatur air. Peningkatan konsentrasi ammonia menjadi lebih berbahaya apabila terjadi pada pH tinggi atau konsentrasi oksigen rendah. Pada umumnya kematian akan terjadi dalam waktu 1- 4 hari.
f. Temperatur
Temperatur memiliki arti penting terhadap kelangsungan hidup ikan karena temperatur secara langsung berpengaruh pada konsentrasi oksigen terlarut dalam air (DO), konsentrasi nitrit dan metabolisme dalam tubuh ikan. Setiap ikan mempunyai temperatur tertentu untuk mempertahankan petumbuhan agar tetap normal. Di luar kisaran temperatur tersebut ikan akan mengalami gangguan, sehingga perlu melakukan adaptasi agar dapat mempertahankan pertumbuhannya tetap normal. Perubahan temperatur yang terlalu drastis dapat menimbulkan gangguan terhadap laju respirasi, aktivitas jantung, aktivitas metabolisme dan aktivitas lainnya.
g. Salinitas
salinitas menjadi salah satu faktor pembatas bagi kehidupan ikan. Tinggi rendahnya salinitas dapat mempengaruhi kesehatan ikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Misalnya ikan air tawar tidak akan dapat bertahan hidup di perairan bersalinitas tinggi diakibatkan tidak dapat mempertahan kan tekanan osmotis pada tubuhnya, demikian juga sebaliknya.
Secara tidak langsung, salinitas dapat mempengaruhi perkembangan jenis penyakit tertentu. Beberapa jenis parasit hanya dapat hidup pada air tawar sebaliknya beberapa jenis hanya bisa hidup pada air yang bersalinitas tinggi (air laut). Salinitas adalah faktor penting dalam serangan suatu parasit yang spesifik. Misalnya beberapa spesies Trichodina hanya dapat mentoleransi air tawar dan akan mati bila salinitas air meningkat sebanyak 5 ppt.MKI 




Rabu, 03 Mei 2017

PENYAKIT TUMOR PADA IKAN

MKI 9. PENYAKIT TUMOR PADA IKAN

Image result for fish tumor
9.1. Definisi Tumor
            Tumor atau barah (bahasa inggris: tumor, tumour) adalah sebutan untuk neoplasma atau lesi padat yang terbentuk akibat pertumbuhan sel tubuh yang tidak semestinya, yang mirip dengan simtoma bengkak. Tumor berasal dari kata tumere dalam bahasa latin yang berarti "bengkak".
           
9.2. Jenis-jenis Tumor
9.2.1. berdasarkan pertumbuhannya
Pada umumnya, tumor dapat dibagi menjadi dua. Berdasarkan pertumbuhannya, tumor dapat digolongkan sebagai tumor ganas (malignan) dan tumor jinak (benign).
    Tumor ganas disebut kanker. Kanker memiliki potensi untuk menyerang dan merusak jaringan yang berdekatan dan menciptakan metastasis. Tumor jinak tidak menyerang tissue berdekatan dan tidak menyebarkan benih (metastasis), tetapi dapat tumbuh secara lokal menjadi besar. Mereka biasanya tidak muncul kembali setelah penyingkiran melalui operasi.
9.2.2. berdasarkan organ yang diserang
a. Tumor asal epithelial,
yaitu organ jaringan epitel atau jaringan dasar. Tumor jenis ini misalnya; basal cell (hanya di kulit) dan tubules epithelium (ginjal)
b. Tumor asal mesenchymal,
Jaringan yang diserang adalah jaringan penghubung, jaringan otot dan jaringan endhotelium,
c. Tumor sel darah
Tumor jenis ini menyerang sel-sel darah misalnya hematopoietic cells dan lymphoid cells. Tumor yang menyerang  hematopoietic cells sering disebut dengan penyakit leukemia.  Sedangkan tumor yang menyerang lymphoid cells: non-Hodgkin lymphoma, Hodgkin lymphoma
d. Tumor sel germ
Tumor jenis ini menyerang pada sel-sel seks. misalnya telur, sperma, dan asal muasal mereka (sel germinal primordial) atau disebut Juga sel nutfah.

9.3. Faktor Penyebab Timbulnya Tumor
Tumor disebabkan oleh terjadinya mutasi dalam DNA sel. Ketika terjadi penimbunan mutasi DNA dalam jumlah yang banyak, tumor dapat muncul. Mutasi akan mengaktifkan onkogen atau menekan gen penahan tumor, yang pada akhirnya menyebabkan tumor. Setiap Sel memiliki mekanisme untuk memperbaiki DNA dan mekanisme lainnya yang menyebabkan sel yang mengalami kerusakan terlalu parah dapat menghancurkan dirinya melalui apoptosis bil DNA. Mutasi yang menahan gen untuk mekanisme ini dapat juga menyebabkan kanker. Sebuah mutasi dalam satu oncogen atau satu gen penahan tumor biasanya tidak cukup menyebabkan terjadinya tumor, maka diperlukan kombinasi dari sejumlah mutasi.
Inisiasi tumor bermula saat karsinogenesis kimiawi yang terjadi pada sel menyebabkan kerusakan genetik yang tidak dapat dipulihkan. Pada organ paru dan usus besar, perubahan epigenetik adalah perubahan awal yang terjadi pada proses karsinogenesis. Kerusakan genetik tersebut disebabkan kesalahan genetik yang diinduksi oleh karsinogen kimiawi dengan mengubah struktur molekul pada DNA, yang berakibat pada mutasi dalam sintesis DNA. Perubahan struktur molekul DNA, terjadi setelah terjadi adduct atau ligasi antara karsinogen atau salah satu gugus fungsionalnya dengan salah satu nukleotida di dalam DNA.
Ligasi ini akan mengaktivasi proto onkogen atau meng-inaktivasi gen penghambat tumor. Metilasi DNA pada area promoter dalam berkas gen, dapat mentranskripsikan inaktivasi gen penghambat tumor. Akumulasi mutasi kemudian terjadi, jika sel mempunyai kemampuan proliferasi dan hidup cukup lama di dalam organisme.
Beberapa hal yang dapat menjadi gaktor penyebab terjadinya tumor adalah Infeksi, Radiasi, Obat-obatan, lingkungan dan Genetik
9.3.1. Infeksi 
Ada sejumlah virus dan bakteri memiliki kemampuan untuk menyebabkan kanker. Adanya anti gen dan toksik yang dihasilkan oleh penyakit yang terakumulasi pada waktu yang lama dapat mengakibatkan terjadinya tumor.
9.3.2. Radiasi
Terdapat dua jenis radiasi yang diduga berpotensi meningkatkan risiko kanker, yakni radiasi ultraviolet dari sinar matahari serta radiasi ion dari peralatan seperti sinar-X, CT scan, fluoroskopi, dan radiasi nuklir.
9.3.3. Obat-obatan yang menekan sistem kekebalan tubuh
Penggunaan obat-obatan yang terlalu sering dan tidak terkontrol dapat terakumulasi didalam tubuh ikan. Penggunaannya juga dapat meningkatkan resistensi penyakit pada obat obatan tersebut. Obat-obatan ini dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker karena menurunkan kemampuan tubuh untuk melawan pertumbuhan sel-sel kanker.
9.3.4. Faktor risiko lingkungan
Paparan terhadap berbagai bahan kimia pencemar di lingkungan dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker. Misalnya, air yang mengandung tembaga dalam jumlah cukup tinggi akan meningkatkan risiko kanker pada kulit, paru, dan saluran cerna.
9.3.5. Genetik atau keturunan
Tidak semua jenis kanker bersifat keturunan. Namun pada beberapa kasus, mutasi gen dapat diturunkan ke anggota keluarga. Namun demikian belum banyak penelitian yang dapat menggungkap kejadian ini pada ikan.

9.4. Gejala-gejala Tumor
Tumor dapat menyebabkan berbagai gejala. Beberapa gejala dan tanda klinis umumnya bisa berupa:
a.    Ikan tampak pucat
b.    Bergerak tidak normal
c.    Nafsu makan berkurang
d.    Terdapat benjolan seperti daging

9.5. Pencegahan dan penanggulangan

            Tumor merupakan penyakit yang timbul pada waktu yang relative lama, sehingga sukar terdeteksi pada waktu awal. Umumnya, apabila ikan sudah menalami gelala tumor akan sulit untuk di sembuhkan. Untuk pencegahan dapat dilakukan dengan memilih induk dan benih yang sehat (tidak cacat bawaan), menjaga kesehatan ikan dan pengelolaan kualitas air yang baik.