Minggu, 04 Oktober 2020

TPHP 2; TRANSPORTASI IKAN HIDUP

 2.    TRANSPORTASI IKAN HIDUP

TIK: Setelah menyelesaikan materi ini mahasiswa diharapkan akan dapat menjelaskan proses mata rantai penanganan hasil perikanan hidup, faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam tiap tahapan penanganan ikan serta menjelaskan metode anastesi pada trasnportasi ikan.

2A. Latar Belakang

Hasil perikanan tidak hanya didominasi oleh ikan segar. Terdapat banyak alasan, dibutuhkan ikan dalam kondisi hidup. Diantara kebutuhan ikan hidup bagi konsumen adalah kebutuhan khusus yang mengharuskan ikan dalam kondisi hidup dan faktor ekonomi. Faktor khusus misalnya, bagi pembudidaya yang membutuhkan calon indukan, baik dari hasil tangkapan alam untuk tujuan penangkaran maupun calon indukkan yang sudah hasil persilangan. Benih di juga dibutuhkan oleh pembdidaya dalam kondisi hidup. Beberapa produk perikanan yang memiliki kandungan khusus yang dibutuhkan dalam kondisi hidup serta nilai jual ikan hidup yang jauh lebih mahal apabila dibandingkan dengan ikan mati, terlebih pada produk ikan hias. Perubahan pola konsumsi konsumen yang awalnya menyukai ikan olahan beku, kemudian menyukai ikan segar kini memiliki kecenderungan untuk memilih ikan hidup  Sehingga penangannan ikan hidup merupakan hal yang sangat penting untuk dipelajari.

Pentingnya transprotasi ikan juga menjadi perhatian bagi pengusaha industri perikanan. Biaya tertinggi yang dihadapi oleh industri perikanan adalah untuk mentransportasikan bahan baku dan/atau produk dari produsen ke konsumen. besarnya biaya ini juga mempengaruhi pemilihan metoda transportasi yang akan digunakan.

2B. Metode Transportasi Ikan Hidup

Secara garis besar, terdapat dua sistem transportasi ikan hidup, yaitu dengan media air dan tanpa media air.

2B1. Transportasi Ikan Hidup Dengan Media Air

Prinsip dari metode ini adalah mengusahakan lingkungan hidup sesuai kebutuhan ikan, agar tetap hidup sampai di tempat tujuan atau memperkecil tingkat kematian selama pengangkutan. Transportasi ikan hidup tebagi menjadi dua cara: yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Secara terbuka dilakukan dengan menggunakan air dalam wadah pengangkut dengan kondisi permukaan air berhubungan langsung dengan udara (untuk pengangkutan jarak dekat). Secara tertutup menggunakan media air pengangkut dalam wadah tidak berhubungan langsung dengan udara (efisiensi penggunaan tempat, ikan yang diangkut lebih banyak, tetapi O2 dalam media air menurun, peningkatan CO2 dan NH3).

Gambar 2B1.  transportasi ikan dengan media air; a. Metode terbuka, b. Sistem tertutup

Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam transportasi ikan hidup, antara lain sifat biologis ikan, mutu ikan, cadangan O2, mutu air (pH, CO2 dan NH3 ), suhu media air, kepadatan ikan dalam wadah, aktivitas ikan yang diangkut, dan cara pengendalian faktor-faktor tersebut.

Mutu ikan merupakan faktor utama dalam keberhasilan transportai ikan. Ikan harus dalam keadaan sehat.  Sebelum diangkut, ikan perlu diadaptasikan terhadap suhu air yang digunakan untuk pengangkutan, serta ikan harus dipuasakan dulu minimal sehari.

Oksigen terlarut (DO) harus tersedia dalam jumlah yang cukup bagi kebutuhan hidup ikan. Kemampuan ikan untuk menggunakan O2 tergantung pada toleransi ikan terhadap stres, suhu air, pH, konsentrasi CO2 dan produk metabolit seperti NH3. Ikan yang lebih berat dan diangkut dengan media air yang bersuhu tinggi membutuhkan oksigen lebih banyak. Dalam transportasi, 1 jam pertama setelah ikan dimuat ke dalam wadah merupakan waktu kritis bagi ikan untuk menyesuaikan kebutuhan oksigennya. Kebutuhan oksigen setiap ikan berbeda-beda, meskipun masih dalam satu famili.  Konsumsi oksigen per unit berat pada ikan berukuran besar lebih rendah dari pada ikan ukuran kecil.  Ikan yang mati dalam wadah pengangkut meningkatkan pertumbuhan bakteri pembusuk yang akan menjadi kompetitor dalam pemanfaatan oksigen.

pH, CO2 dan NH3 merupakan kualitas air yang juga perlu diperhatikan. Mutu air merupakan faktor penentu dan merupakan fungsi kepadatan ikan dan lama pengangkutan, sehingga media air pengangkut harus bermutu tinggi.  CO2  dan NH3 merupakan komponen hasil aktivitas ikan hidup dan bakteri. Dalam hal ini, pH air (7-8) merupakan parameter pengendali, karena proporsi NH3 dan CO2 merupakan fungsi langsung dari pH.  Peningkatan CO2 menjadi faktor pembatas dalam transportasi ikan hidup.  CO2 hasil respirasi menyebabkan air menjadi asam. Pembentukan NH3 dalam transportasi ikan hidup tergantung dari metabolisme protein dan aktivitas bakteri terhadap kotoran

Suhu rendah, pH tetap tinggi maka metabolisme menurun. Merubah suhu secara tiba-tiba menimbulkan shock pada ikan. Selama pengangkutan suhu media air meningkat.  Air yang bersuhu tinggi lebih sedikit melarutkan O2 dibandingkan air bersuhu rendah. Pemberian es di sekeliling wadah pengemas dapat mengurangi tingkat stres dan aktivitas metabolisme ikan sehingga akan mengurangi konsumsi oksigen.

Faktor berikutnya yang mempengaruhi keberhasilan transportasi ikan adalah kepadatan dan aktivitas ikan. Kepadatan brkaitan dengan dimensi ruang berkaitan dengan ruang gerak ikan selama pengangkutan.  Untuk bibit ikan, rasio volume ikan yang diangkut dengan media air sekitar 1:3, makin kecil ikan makin kecil rasio ikan dan air. Ketika ikan ditempatkan dalam wadah pengangkut, biasanya ikan akan melakukan aktivitas jaringan yang tinggi. Asam laktat akan terakumulasi dalam jaringan dan darah sehingga pH turun, selanjutnya  penggunaan O2 menurun. Ikan yang lebih ringan dalam wadah pengangkut menyebabkan konsumsi oksigen lebih tinggi

Salinitas mempengaruhi kualitas air pada total konsentrasi ion dan kelarutan oksigen. Salinitas secara langsung dapat mempengaruhi daya kelangsungan hidup ikan yang diangkut. Salinitas terlalu rendah atau terlalu tinggi berkaitan dengan tekanan osmotik darah ikan  tekanan. Ketidak seimbangan tekanan osmotik pada tubuh ikan dengan lingkungannya akan mempengaruhi metamolisme ikan.

2B2. Transportasi Ikan Hidup Tanpa Media Air

Teknik pengangkutan ikan hidup tanpa media air disebut sistem imotilisasi (pemingsanan). Prinsip: Menekan metabolisme suatu organisme sehingga dalam kondisi lingkungan yang minimum mampu mempertahankan hidupnya lebih lama (teknik hibernasi). Pada sistem kering (tanpa media air), ikan dikondisikan dalam keadaan aktivitas rendah sehingga konsumsi energi dan O2 rendah. Teknik yang digunakan adalah teknik imotilisasi suhu rendah dan penggunaan bahan antimetabolik (zat pembius)

Makin rendah metabolisme      makin rendah aktivitas dan konsumsi O2 sehingga ketahanan ikan stabil. Tujuan: Meningkatkan kepadatan ikan dalam kemasan sehingga dapat menekan biaya transportasi. Tidak dapat dilakukan pada semua jenis ikan. Pada sistem ini ikan diimotilisasi/dipingsankan dengan metode tertentu kemudian dikemas dan disimpan pada media non air.

2C. Metode Pemingsanan/Imotilisasi

2C1. Teknik hibernasi

Hibernasi adalah suatu usaha untuk menekan metabolisme suatu organisme sehingga berada pada kondisi lingkungan yang minim, dan organisme tersebut mampu bertahan hidup lebih lama di luar habitatnya.

Tujuan imotilisasi: Mengurangi stress, mengurangi kecepatan metabolisme dan mengurangi penggunaan oksigen. Kondisi tersebut dapat mengurangi jumlah kematian ikan. Teknik yang digunakan adalah teknik imotilisasi suhu rendah dan penggunaan bahan antimetabolik (zat pembius)

a. Imotilisasi suhu rendah

Penurunan suhu ikan sampai batas tertentu akan menurunkan tingkat metabolisme dan akhirnya menyebabkan ikan pingsan. Penurunan suhu dapat dilakukan dengan merendam es batu yang dibungkus plastik pada air bak pemingsanan atau menggunakan sistim refrigerasi mekanis. Penurunan suhu dapat dilakukan secara bertahap atau secara langsung. Metode penurunan secara bertahap dapat dilakukan dengan cara meletakan ikan yang akan dipingsankan ke dalam bak pemingsanan yang beraerasi, kemudian suhu diturunkan dengan kecepatan tertentu. Penurunan suhu langsung dilakukan dengan cara menempatkan ikan ke dalam bak pemingsanan  yang telah diturunkan suhunya sampai batas tertentu.

Tabel 2C1.1. Hubungan metode suhu dan waktu pada pemingsanan

Tabel 2C1.2. Perubahan aktivitas ikan kerapu pada pembiusan suhu rendah

Keuntungan pada ikan yang dipingsankan pada transportasi ikan hidup; Tidak memerlukan wadah transportasi yang besar. Resiko kematian akibat kelelahan/stress mendekati nol. Hasil eksresi hampir tidak ada / tidak banyak.

b. Penggunaan Bahan Antimetabolik

Anestesia atau pembiusan adalah kondisi tidak sadar yang dihasilkan oleh proses terkendali dari sistem saraf pusat yang mengakibatkan turunnya kepekaan terhadap rangsang dan rendahnya respon dari rangsangan tersebut

Proses pembiusan meliputi tiga tahap, yaitu:  1. Berpindahnya bahan pembius dari lingkungan ke dalam alat pernapasan organisme. 2. Difusi membran dalam dalam tubuh menyebabkan  penyerapan bahan pembius ke dalam darah.   3. Sirkulasi darah atau difusi jaringan menyebabkan bahan pembius menyebar ke seluruh tubuh.

Bahan anestesi yang masuk ke dalam tubuh secara langsung atau tidak langsung akan mengganggu kesetimbangan ionik dalam otak ikan. Anestesi akan memberi efek penekanan pada kerja syaraf, seperti pada brain cortex dan cerebellum yang pada akhirnya akan memutuskan refleksi terhadap rangsangan. Gangguan keseimbangan ionik pada otak mempengaruhi kerja insang dan proses osmosis O2 dalam medium air ke sel-sel darah.

Kriteria berhasilnya proses pembiusan:

            1. Induksi bahan pembius dalam tubuh ikan terjadi dalam tiga menit atau kurang.

            2. Kepulihan ikan sampai gerakan renangnya kembali normal dalam waktu 10 menit.

            3. Tidak ditemukan kematian selama 15 menit setelah pembongkaran.

Keuntungan Penggunaan bahan anestesi dalam transportasi ikan hidup:

            1. Mengurangi stress pada ikan.

            2. Mengurangi laju konsumsi O2 dan laju pengeluaran CO2 serta bahan beracun.

            3. Mengontrol aktivitas ikan  mengurangi cacat fisik.

            4. Mengurangi waktu penanganan

Tingkat pingsan yang dicapai tergantung dari dosis bahan pembius, sehingga penggunaanannya tidak berlebihan, cukup untuk mengurangi aktivitas metabolisme ikan saja. Keberhasilan pembiusan ikan sangat bervariasi tergantung   pada sifat kimia dan suhu air, ukuran dan galur ikan.

Teknik Imotilisasi dengan Antimetabolik

Dalam praktek di lapangan sering digunakan bahan kimia tertentu untuk transportasi ikan hidup.  Salah satu yang biasa digunakan adalah MS-222. Pembiusan dengan MS-222 (Tricaine metanosulfonat - TMS) untuk induk ikan adalah 5 ppm (5 gr dalam 100 l air).  Induk ikan dimasukkan dalam larutan pembius selama 15-20 menit akan pingsan. Pembiusan lobster dengan MS-222 pada konsentrasi 100 ppm selama 15-20 menit, dalam kemasan tanpa air menggunakan serbuk gergaji dingin 14 ºC. Pembiusan menggunakan ekstrak biji karet pada udang dengan konsentrasi 80 ppb, kelangsungan hidup udang 100% selama 12 jam dan 70% selama 18 jam.

Cara pembiusan ikan kerapu menggunakan MS-222: Ikan yang akan diekspor/ditransportasikan, satu jam sebelum pengemasan, dibius dengan pendinginan langsung dan pemberian obat pembius, Penurunan suhu air laut hingga 18-20 oC, MS-222 dimasukkan dalam bak berisi ikan secara bertahap dengan selang waktu 15 menit, Pembiusan dilakukan dua kali dengan dosis 50 ppb.

Tabel 2C1.3. Perubahan aktifitas kerapu pada proses pembiusan

 

 2D. Kemasan Dan Media / Bahan Pengisi

Kemasan berfungsi sebagai wadah, media pelindung, penunjang cara penyimpanan dan transportasi dan sebagai alat persaingan dalam pemasaran. Pola suhu kemasan sangat dipengaruhi oleh suhu awal bahan pengisi dan suhu lingkungan.  Penggunaan kotak stirofoam  berfungsi sebagai insulator panas dari luar yang masuk ke dalam kemasan. Dalam waktu dua jam, di dalam kemasan stirofoam terjadi kenaikan suhu 2,9ºC, dan setelah 5 jam kenaikan suhu menjadi 3,2ºC.

Suhu dalam kemasan memiliki peranan penting dalam sistem ini. Suhu penyimpanan dalam kemasan berfungsi mempertahankan agar ikan tetap pingsan selama transportasi. Stabilitas suhu kemasan sangat penting. Tingkat keberhasilan transportasi ikan hidup diukur dari besarnya nilai tingkat kelulusan hidup (survival rate) atau nilai kematian (mortalitas). Semakin lama waktu penyimpanan/transportasi, suhu yang dibutuhkan semakin rendah dan risiko tingkat kematian semakin tinggi.

Tabel 2D. Hubungan waktu pengangkutan dengan suhu kemasan


Beberapa media yang biasa digunakan dalam transportasi sistem kering adalah serbuk gergaji, serutan kayu dan kertas koran.

Fungsi serbuk gergaji adalah:

            1. Menahan ikan agar tidak bergeser dalam kemasan.

            2. Menjaga suhu kemasan tetap rendah dan ikan tidak mati.

            3. Memberikan lingkungan yang memadai dalam  kemasan untuk kelangsungan hidup ikan.

    Penggunaan kertas koran sebagai pembungkus ikan dikombinasi dengan serbuk gergaji di dalam kemasan. Kertas koran berpengaruh terhadap nilai kadar air akhir serbuk gergaji dan terhadap nilai efisiensi kemasan.

Contoh Pengemasan transportasi Udang / Lobster tanpa Media Air:

  1. Disiapkan kotak stirofoam dan ke dalamnya dimasukan hancuran es (0,5 kg) kemudian ditutup selembar koran untuk mencegah rembesan 
  2. Di atas koran dihamparkan selapis serbuk gergaji (suhu 14 ºC) setebal 10-15 cm.
  3. Udang/lobster dimasukkan dan disusun, diatasnya diberi serbuk gergaji setebal 5 cm, dan seterusnya sampai kemasan penuh.
  4. Kemasan ditutup rapat dan direkat dengan flashband. Kotak stirofoam dapat dimasukkan kotak karton. Kemasan dapat ditransportasikan untuk ekspor dengan penggunaan suhu ruangan rendah (±20 ºC). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar